Monday, August 22, 2011

Donor Darah Bikin Sehat

Saking pentingnya donor darah, WHO (World Health Organization) menetapkan 14 Juni sebagai Hari Donor Darah Intemasional.
BERDASAR peraturan WHO, semestinya tiap negara mempunyai persediaan 2 persen kantong darah dari total jumlah penduduk setiap tahun. Jadi, jika penduduk Indonesia berjumlah 240 juta jiwa, persediaan kita semestinya sekitar 4,8 juta kantong darah dalam setahun. "Tapi, yang mau mendonorkan darah baru sekitar tiga juta jiwa," tutur Sekretaris Tim Pengolahan Darah Nasional PMI Pusat, dr Lila Sarana.
Di daerah perkotaan, kegiatan donor darah memang mendapat atensi masyarakat. Meski demikian, ada juga masyarakat kota yang kurang menaruh perhatian. "Di Medan, misalnya, kegiatan donor darah nyaris tidak pernah gereget," kata Lita.
Salah satu penyebab kurangnya kebutuhan darah tersebut, masih banyak masyarakat yang salah persepsi terhadap kegiatan itu. Mereka khawatir, darah yang hilang akan berdampak buruk pada tubuh.
Padahal, justru banyak donor rutin yang merasakan manfaat positifnya. "Manfaat yang dirasakan setiap orang memang berbeda. Saya, misalnya, selalu merasa sehat karena rutin donor darah," jelas alumnus Fakultas Kedokteran (FK) Trisakti tersebut.
Rasa sehat dan tubuh yang fit menjadi pernyataan yang dilontarkan para donor rutin. Menurut Lila, itu terkait dengan penggantian sel darah merah yang rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali. Para donor selalu mempunyai sel darah merah yang fresh. Sebab, sel darah merah lama "dibuang". Tubuh memproduksi sel-sel darah merah yang baru. Sel darah merah segar itu berimbas pada peningkatan sistem kekebalan tubuh.
Imun yang kuat membuat penyakit-penyakit tidak gampang berdatangan ketubuh sehingga donor merasa sehat dan fit. "Jadi, secara tidak langsung, mendonorkan darah bisa membantu mencegah penyakit. Sebab, imunitas tubuh meningkat," papar perempuan kelahiran Jakarta, 24 Desember 1952 itu.
Meski demikian, memang ada kasus-kasus penyakit tertentu yang salah satu treatmentnya adalah mendonorkan darah. Misalnya, pasien pengidap polisitemia. Pada penderita polisitemia, terjadi peningkatan jumlah sel darah merah karena pembentukan sel darah merah oleh sumsum tulang berlebihan.
Kondisi tersebut mengakibatkan darah menjadi kental dan kecepatan aliran darah berkurang ketika darah melalui pembuluh yang kecil. Agar darah tidak mengental, set darah merah yang berlebih itu harus dikeluarkan dari tubuh.
Bagaimana dengan kegemukan? Tidak sedikit yang menyatakan bahwa mereka yang rutin mendonorkan darah akan gampang menjadi gemuk. "Itu tidak betul. Saya tidak gemuk, kan?" ujar Lita. Kegemukan pada donor boleh jadi terkait dengan rasa bugar yang dirasakan setelah mendonorkan darah. Rasa bugar membuat selera makan meningkat. Tanpa disadari, asupan makanan yang masuk ke tubuh berlebih.
Lita mengingatkan, kendati banyak donor yang merasakan sehat, jawaban untuk menjadi sehat bukan hanya mendonorkan darah secara rutin. Kesehatan dan tubuh fit yang optimal harus ditunjang dengan pola makan serta gaya hidup yang sehat.
Mereka yang tetap merokok, makan sembarangan, dan beristirahat tidak teratur tetap bisa terkena penyakit merugikan walau mendonorkan darah secara rutin. Termasuk kegemukan. Gemuk yang tidak dikontrol akan berpotensi mendatangkan penyakit. Menurut Lita, PMI sangat mengapresiasi donor sukarela. Meski demikian, tidak semua darah yang masuk lolos saringan. Setiap darah yang masuk akan diperiksa, apakah mengandung HIV, hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan malaria.
Bagi penerima darah, itu adalah informasi penting untuk mengantisipasi penularan penyakit melalui transfusi darah. Bagi donor, hal tersebut adalah "rambu peringatan" agar lebih memperhatikan kondisi kesehatan. "Jika diketahui adanya penyakit-penyakit tersebut, PMl akan memberikan surat pemberitauan kepada pihak terkait. Untuk lebih memastikan, kami menyarankan mereka untuk melakukan pengecekan darah ulang," jelas Lita.

No comments:

Post a Comment